Paradigma behaviorisme dan kognitivisme
Behaviorisme adalah teori yang berlandaskan pada prinsip stimulus-respon. Menurut teori ini seluruh perilaku manusia muncul karena rangsangan eksternal. Tokoh yang berkontribusi pada teori ini di antaranya adalah Ivan Pavlov. Dengan menggunakan teori itu sebagai dasar pengelolaan kegiatan pembelajaran, peran utama pendidik sebagai faktor eksternal harus memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa mampu merespon dengan baik serta meningkatkan perhatian atas apa yang harus dipelajarinya. Guru juga berperan agar respon yang siswa berikan diarahkan pada prilaku yang guru harapkan.
Tidak semua pakar sependapat dengan teori itu. Alasannya, respon dalam teori behaviorisme hanya berlaku pada hewan. Secara faktual kekuatan pada diri manusia tidak sesederhana itu. Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat menunjukkan tingkat aktivitas yang jauh lebih sempurna. Manusia dapat mengembangkan aktivitas pikirannya jauh lebih kompleks. Manusia tidak hanya dapat merespon, namun dapat mengembangkan potensi pikirannya tanpa ada stimulus dari luar dirinya sekalipun. Manusia menunjukan kelebihannya sebagai konsekuensi dari proses berpikir atas akal yang dimilikinya.
Sekali pun prilaku siswa menunjukan kompleksitasnya, namun perubahan perilaku siswa dapat diamati terutama dari hasil belajarnya. Pandangan seperti ini muncul dari pihak yang pro kognitivisme. Penganut kognitivisme mengibaratkan pikiran manusia seperti komputer; mendapat input informasi, memproses informasi, dan menghasilkan outcomes tertentu. Alur sistem ini selanjutnya dijadikan landasan dalam meningkatkan mutu belajar.
Para ahli dari kelompok kognitif pada dasarnya berargumen bahwa “kotak gelap” otak manusia itu harus dibuka dan dipahami. Para pembelajar dipandang sebagai prosesor informasi dalam komputer. Oleh karena itu terdapat beberapa kata kunci dalam usaha memahami kecakapan berpikir seperti : skema, pengolahan informasi, manipulasi simbol, pemetaan informasi, penafsiran informasi, dan mental model.
Studi kognitivisme berfokus pada kegiatan batin atau mental, membuka kotak gelap pikiran manusia agar dapat memahami bagaimana orang belajar. Proses mental seperti berpikir, mengingat, mengetahui, memahami, memecahkan masalah perlu dicermati dengan teliti. Pengetahuan dapat dipahami sebagai skema atau konstruksi simbol-simbol mental. Belajar dipandang sebagai proses perubahan pada pikiran siswa.
Elaborasi
Kognitivisme memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi, pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutan elaborasi konsep, elaborasi teori, dan penyederhanaan kondisi.
Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih detil. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam “episode belajar”. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau dipelajari.
Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini.
o Terdapat urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
o Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.
o Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
o Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi (2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6) strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa. Komponen terpenting yang melandasi semua itu adalah perhatian.
Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkanpengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat bermanfaat.
Eksplorasi
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena (American Dictionary). Strategi yang digunakan memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif.
Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat siswa temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini ialah “explorative learning”. Konsep ini mengingatkan kita pada pernyataan Lao Tsu, seorang filosof China yang menyatakan “I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand.”
Jaringan komputer pada saat ini telah dikembangkan menjadi media yang efektif sebagai penunjang efektifitas pelaksanaan pembelajaran eksploratif. Salah satu model yang dikembangkan oleh Heimo adalah Architecture of Integrated Information System sebagai model terintegrasi yang menggambarkan kompleksnya proses pembelajaran yang efektif dan interaktif.
Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun oleh guru. Perlu ada keterlibatan siswa untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya. Dalam hal ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar (Heimo H. Adelsberger, 2000).
Peta Konsep yang dikembangkan oleh Laurillard (2002) dalam tulisan Heimo menunjukan kompleksitas kegiatan eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya proses dialog yang (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan menyelesaikan tugas sehingga memeperoleh pengalaman yang bermakna.
Pendekatan eksploratif berkembang sebagai pendekatan pembelajaran dalam bidang lingkungan atau sains. Sylvia Luretta dari Fakultas Pendidikan Queensland misalnya, mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif, belajar konstruktif, belajar intens, belajar otentik, dan kolaboratif yang menegaskan pernyataan bahwa pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengalaman belajar daripada pada materi pelajaran.
Dari pengalaman menggunakan model kooperatif dan kolaboratif dalam praktek pembelajaran pengelolaan kelas ternyata mampu meningkatkan kinerja belajar siswa dalam melakukan langkah-langkah eksploratif.
Model pembelajaran ini dapat dikembangkan melalui bentuk pertanyaan. Seperti yang dikatakan oleh Socrates bahwa pertanyaan yang baik dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan lebih mendalam.
Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar siswa dari tidak tahu menjadi tahu. Siswa menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajarnya. Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam kegiatan belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon kreatif dalam berdialog.
Di samping itu siswa menindaklanjuti penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang dimiliki.
Pelaksanaan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil. Bersama teman sekelompoknya siswa menelusuri informasi yang mereka butuhkan, merumuskan masalah dalam kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata dan bermakna.
Melalui kegiatan eksplorasi siswa dapat mengembangkan pengalaman belajar, meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan serta menerapkannya untuk menjawab fenomena yang ada. Siswa juga dapat mengeksploitasi informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai produk belajar.
Konfirmasi
Kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Cara berpikir seperti itu tercermin dalam istilah mental model yang mendeskripsikan sikap berpikir seseorang dan bagaimana pikirannya berproses dalam kehidupan nyata. Hal tersebut merepresentasikan proses perubahan sebagai bagian dari persepsi intuitif. Mental model itu membantu seseorang dalam mendefinisikan maupun menetapkan pendekatan untuk memecahkan masalah (wikipedia). Dengan sikap berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan, mengembangkan ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah menemukan kebenaran yang lain.
Mental model itu juga dapat melahirkan keraguan terhadap informasi yang diperolehnya. Untuk meningkatkan keyakinan akan kebenaran maka siswa dapat difasilitasi dalam mengembangkan model struktur sseperti pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi atau klarifikasi.
Model ini dapat dinyatakan dalam diagram seperti tertuang di bawah ini meliputi enggage, explore, explain, extend, dan berpusat pada pengembangan kemampuan mengevaluasi sebagaimana yang dikembangkan Anthony W. Lorsbach dari Universitas Illinois
Dalam prakteknya guru meningkatkan kemampuan ini melalui pengembangan materi. Baik mengenai hal apa yang ingin diketahui siswa lebih jauh, seperti apa tingkat pemahaman dan penguasaan yang ingin dikembangkan dan keraguan apa yang melekat dalam pemahaman tersebut.
Sikap keraguan itu perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas kebenaran suatu informasi. Siswa melakukan uji kesahihan apakah informasi yang dijadikan landasan kesimpulan itu benar-benar kuat.
Penguatan itu sendiri diperoleh melalui kegiatan eksplorasi melalui perluasan pengalaman, elaborasi melalui sharing dan observation, proses dan genaralisasi dan akhirnya siswa menerapkan pembelajaran yang berstandar dengan merujuk pada paradigma kognitifisme.